Wikipedia

Hasil penelusuran

Jumat, 17 November 2017

PENULISAN KATA

PENULISAN KATA 


A. Kata Dasar 
Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya: 
1. Kantor pajak penuh sesak. 
2. Saya pergi ke sekolah. 
3. Buku itu sangat tebal. 

B. Kata Berimbuhan 
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: berjalan, berkelanjutan, mempermudah, gemetar, lukisan, kemauan, perbaikan
Catatan: 
Imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti -isme, -man, -wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: sukuisme, seniman, kamerawan, gerejawi 

2. Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengi­kutinya. Misalnya: adibusana, infrastruktur, proaktif, aerodinamika, inkonvensional, purnawirawan, antarkota, kontraindikasi, saptakrida, antibiotik, kosponsor, semiprofesional, awahama, mancanegara, subbagian, bikarbonat, multilateral, swadaya, biokimia, narapidana, telewicara, dekameter, nonkolaborasi, transmigrasi, demoralisasi, paripurna, tunakarya, dwiwarna, pascasarjana, tritunggal, ekabahasa, pramusaji, tansuara, ekstrakurikuler, prasejarah, ultramodern. 
Catatan: 
a. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf kapital dirangkaikan dengan tanda hubung (-). 
Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme, pro-Barat, non-ASEAN, anti-PKI 
b. Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang mengacu pada nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital. 
Misalnya: 
1) Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. 
2) Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengam­pun. 
c. Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat Tuhan, kecuali kata esa, di­tulis serangkai. 
Misalnya: 
Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita. 
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. 


Sumber: Tim pengembang pedoman bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Kamis, 16 November 2017

BENTUK ULANG DAN GABUNGAN KATA

BENTUK ULANG 


Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. 
Misalnya: anak-anak, biri-biri, buku-buku, cumi-cumi, hati-hati, kupu-kupu, kuda-kuda, kura-kura, lauk-pauk, berjalan-jalan, mondar-mandir, mencari-cari, ramah-tamah, terus-menerus, sayur-mayur, porak-poranda, serba-serbi, tunggang-langgang. 
Catatan: 
Bentuk ulang gabungan kata ditulis dengan mengulang unsur pertama. 
Misalnya: (surat kabar → surat-surat kabar), (kapal barang → kapal-kapal barang), (rak buku → rak-rak buku), (kereta api cepat → kereta-kereta api cepat) 

GABUNGAN KATA 
1. Unsur gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Misalnya: duta besar model linear, kambing hitam persegi panjang, orang tua rumah sakit jiwa, simpang empat meja tulis, mata acara cendera mata. 
2. Gabungan kata yang dapat menimbulkan salah pengertian ditulis dengan membubuhkan tanda hubung (-) di antara unsur-unsurnya. 
Misalnya: ( anak-istri pejabat - anak istri-pejabat), (ibu-bapak kami - ibu bapak-kami),(buku-sejarah baru - buku sejarah-baru) 
3. Gabungan kata yang penulisannya terpisah tetap ditulis terpisah jika mendapat awalan atau akhiran. 
Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, garis bawahi, sebar luaskan. 
4. Gabungan kata yang mendapat awalan dan akhiran seka­ligus ditulis serangkai. 
Misalnya: dilipatgandakan, menggarisbawahi, menyebarluaskan, penghancurleburan, pertanggungjawaban 
5. Gabungan kata yang sudah padu ditulis serangkai. 
Misalnya: acapkali, hulubalang, radioaktif, adakalanya, kacamata, saptamarga, apalagi, kasatmata, saputangan, bagaimana, kilometer, saripati, barangkali, manasuka, sediakala, beasiswa, matahari, segitiga, belasungkawa, olahraga, sukacita, bilamana, padahal, sukarela, bumiputra, peribahasa, syahbandar, darmabakti, perilaku, wiraswasta, dukacita, puspawarna.

Rabu, 15 November 2017

IMBUHAN DALAM BAHASA INDONESIA

KATA BERIMBUHAN 
Kata berimbuhan merupakan kata yang tidak memiliki makna apabila tidak digabungkan dengan bentuk dasar. Imbuhan baru akan memiliki makna yang bervariasi tergantung kata dasar yang dilekatinya. Dalam bahasa Indonesia, mengenal beberapa bentuk imbuhan (afiksasi) sepeti awalan (prefiks), sisipan (infiks), dan akhiran (sufiks). Bentuk imbuhan dapat ditulis serangkai dengan kata dasar ataupun terpisah dengan menggunakan tanda hubung. Berikut ini dipaparkan beberapa aturan penulisan kata berimbuhan dalam bahasa Indonesia. 

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan awalan dan akhiran) ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. Misalnya: berjalan, berkelanjutan, mempermudah, gemetar, lukisan, kemauan, perbaikan. 
Catatan: 
Imbuhan yang diserap dari unsur asing, seperti -isme, -man, -wan, atau -wi, ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya. 
Misalnya: sukuisme, seniman, kamerawan, gerejawi 


2. Bentuk terikat ditulis serangkai dengan kata yang mengi­kutinya. Misalnya: adibusana, infrastruktur, proaktif, aerodinamika, inkonvensional, purnawirawan, antarkota, kontraindikasi, saptakrida, antibiotik, kosponsor, semiprofesional, awahama, mancanegara, subbagian, bikarbonat, multilateral, swadaya, biokimia, narapidana, telewicara, dekameter, nonkolaborasi, transmigrasi, demoralisasi, paripurna, tunakarya, dwiwarna, pascasarjana, tritunggal, ekabahasa, pramusaji, tansuara. 
Catatan: 
a. Bentuk terikat yang diikuti oleh kata yang berhuruf awal kapital atau singkatan yang berupa huruf ka-        pital dirangkaikan dengan tanda hubung (-). 
Misalnya: non-Indonesia, pan-Afrikanisme, pro-Barat, non-ASEAN, anti-PKI. 
b. Bentuk maha yang diikuti kata turunan yang meng-acu pada nama atau sifat Tuhan ditulis terpisah dengan huruf awal kapital. Misalnya: 
1) Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih. 
2) Kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Pengam­pun. 
c. Bentuk maha yang diikuti kata dasar yang mengacu kepada nama atau sifat Tuhan, kecuali kata esa, di­tulis serangkai. Misalnya: 
1) Tuhan Yang Mahakuasa menentukan arah hidup kita. 
2) Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita.

Senin, 13 November 2017

HURUF TEBAL

HURUF TEBAL

Banyak penulis dan calon penulis yang tidak memahami penggunaan huruf tebal dalam penulisan. Sebagain besar mereka menganggap cetak tebal dn miring penggunaanya sama, padahal berbeda. Penggunaan huruf tebal memang sedikit tumpang tindih dengan penggunaan huruf miring bagi mereka yang belum memahaminya. Padalah penggunaan huruf tebal dan miring memiliki fungsi yang berlainan. Tidak sedikit di kalangan para penulis menggunakan bentuk yang berlebihan, misalnya suatu kata dicetak tebal sekaligus dicetak miring dan digaris bawah. Oleh sebab itu, berikut ini akan diulas beberapa aturan penggunaan cetak tebal dalam suatu penulisan.

1.           Huruf tebal dipakai untuk menegaskan bagian tulisan yang sudah ditulis miring.
Misalnya:
a.    Huruf dh, seperti pada kata Ramadhan, tidak terdapat dalam Ejaan Bahasa Indonesia.
b.    Kata et dalam ungkapan ora et labora berarti ‘dan’.
2.        Huruf tebal dapat dipakai untuk menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, atau subbab.
Misalnya:

1.1 Latar Belakang dan Masalah
Kondisi kebahasaan di Indonesia yang diwarnai oleh bahasa standar dan nonstandar, ratusan bahasa dae-rah,dan ditambah beberapa bahasa asing, membutuh­kan penanganan yang tepat dalam perencanaan baha­sa. Agar lebih jelas, latar belakang dan masalah akan diuraikan secara terpisah seperti tampak pada paparan berikut.
1.1.1 Latar Belakang
Masyarakat Indonesia yang heterogen menyebabkan munculnya sikap yang beragam terhadap penggunaan bahasa yang ada di Indonesia, yaitu (1) sangat bangga terhadap bahasa asing, (2) sangat bangga terhadap ba­hasa daerah, dan (3) sangat bangga terhadap bahasa In­donesia.

1.1.2 Masalah
Penelitian ini hanya membatasi masalah pada sikap ba­hasa masyarakat Kalimantan terhadap bahasa-bahasa yang ada di Indonesia. Sikap masyarakat tersebut akan digunakan sebagai formulasi kebijakan perencanaan ba­hasa yang diambil.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan meng-ukur sikap bahasa masyarakat Kalimantan, khususnya yang tinggal di kota besar terhadap bahasa-bahasa yang ada di Indonesia.

Sumber: Tim pengembang pedoman bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Minggu, 12 November 2017

HURUF MIRING

PENGGUNAAN HURUF MIRING


Penggunaan huruf miring atau italic merupakan salah satu variasi dalam penulisan. Beberapa bagian penulisan perlu dicetak miring supaya dapat membedakan dengan kata atau kalimat lainnya. Namun, penulisan miring ini tidak asal-asalan karena jika salah dalam menggunakan dapat membuat pembaca kesulitan untuk memahami penulisan. Penulisan huruf miring harus memenuhi beberapa aturan yang telah disepakati bersama supaya tulisan kita dapat semakin sempurna. Berikut ini beberapa aturan penggunaan huruf miring dalam bahasa Indonesia.
1.          Huruf miring dipakai untuk menuliskan judul buku, nama majalah, atau nama surat kabar yang dikutip dalam tu­lisan, termasuk dalam daftar pustaka.
Misalnya:
a.    Saya sudah membaca buku Salah Asuhan karangan Ab­doel Moeis.
b.    Majalah Poedjangga Baroe menggelorakan semangat ke­bangsaan.
c.    Berita itu muncul dalam surat kabar Cakrawala.
d.   Pusat Bahasa. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi Keempat (Cetakan Kedua). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

2.     Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhu­suskan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya:
a.    Huruf terakhir kata abad adalah d.
b.    Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
c.    Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
d.   Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.


3.       Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungka­pan dalam bahasa daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
a.    Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang berkunjung ke Aceh.
b.    Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
c.    Weltanschauung bermakna ‘pandangan dunia’.
d.   Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.

Catatan:
a.    Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa daerah ti­dak ditulis dengan huruf miring.
b.    Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak miring ditan-dai dengan garis bawah.
c.    Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbaha­sa daerah yang dikutip secara langsung dalam teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.

Nah, itu beberapa aturan dalam menggunakan huruf miring dalam penulisan. Jadi jangan salah lagi dalam mengaplikasikan huruf miring dalam penulisan kita karena saat ini banyak sekali masyarakat yang serampangan menggunkan huruf miring. Penggunaan huruf miring yang tidak tepat dapat menyulitkan pembaca untuk memahami apa yang sudah kita tulis. Supaya tulisan kita banyak yang membaca, mari perhatikan aturan dalam penulisan sekecil apapun itu supaya pembaca betah dan mudah memahai apa yang sudah kita tulis.


Sumber: Tim pengembang pedoman bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Sabtu, 11 November 2017

BELAJAR BAHASA INDONESIA

HURUF KAPITAL


Penggunaan huruf kapital dalam bahasa Indonesia tidak boleh sembarangan. Huruf kapital dapat membantu mempermudah pembaca untuk menangkap makna dalam bacaan yang mereka baca. Oleh sebab itu, penulis harus memperhatikan penulisan huruf kapital dengan baik supaya tulisannya mudah dipahami oleh pembaca. Berikut ini beberapa aturan dalam penggunaan huruf kapital dalam bahasa Indonesia.

1.           Dipakai sebagai huruf pertama awal kalimat.
Misalnya:
a.    Apa maksudnya?
b.    Dia membaca buku.
c.    Kita harus bekerja keras.
d.   Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
2.           Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang, termasuk julukan.
Misalnya:
a.    Amir Hamzah
b.    Dewi Sartika
c.    Halim Perdanakusumah
d.   Wage Rudolf Supratman
e.    Jenderal Kancil
f.     Dewa Pedang
g.    Alessandro Volta
h.    André-Marie Ampère
i.      Mujair
j.      Rudolf Diesel

Catatan:
a.   Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf perta­ma nama orang yang merupakan nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
1)   ikan mujair
2)   mesin diesel
3)   5 ampere
4)   10 volt
b.    Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna ‘anak dari’, seperti bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya:
1)   Abdul Rahman bin Zaini
2)   Siti Fatimah binti Salim
3)   Indani boru Sitanggang
4)   Charles Adriaan van Ophuijsen
5)   Ayam Jantan dari Timur
6)   Mutiara dari Selatan
3.           Huruf kapital dipakai pada awal kalimat dalam petikan langsung.
Misalnya:
a.      Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”
b.      Orang itu menasihati anaknya, “Berhati-hatilah, Nak!”
c.      Mereka berhasil meraih medali emas,” katanya.
d.     Besok pagi,” kata dia, “mereka akan berangkat.”
4.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya:
a.       Islam Alquran
b.      Kristen Alkitab
c.       Hindu Weda
d.      Allah
e.       Tuhan
f.       Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya.
g.      Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau beri rahmat.
5.    Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, atau akade­mik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang mengikuti nama orang.
Misalnya:
a.       Sultan Hasanuddin
b.      Mahaputra Yamin
c.       Haji Agus Salim
d.      Imam Hambali
e.       Nabi Ibrahim
f.       Raden Ajeng Kartini
g.      Doktor Mohammad Hatta
h.      Agung Permana, Sarjana Hukum
i.        Irwansyah, Magister Humaniora
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sa­paan.
Misalnya:
a.       Selamat datang, Yang Mulia.
b.      Semoga berbahagia, Sultan.
c.       Terima kasih, Kiai.
d.      Selamat pagi, Dokter.
e.       Silakan duduk, Prof.
f.       Mohon izin, Jenderal.
6.           Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama ins-tansi, atau nama tempat.
Misalnya:
a.       Wakil Presiden Adam Malik
b.      Perdana Menteri Nehru
c.       Profesor Supomo
d.      Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
e.       Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta)
f.       Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebu­dayaan
g.      Gubernur Papua Barat
7.           Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya:
a.       bangsa Indonesia
b.      suku Dani
c.       bahasa Bali

Catatan:
Nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
a.       pengindonesiaan kata asing
b.      keinggris-inggrisan
c.       kejawa-jawaan


8.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama ta­hun, bulan, hari, dan hari besar atau hari raya.
Misalnya:
a.       tahun Hijriah tarikh Masehi
b.      bulan Agustus bulan Maulid
c.       hari Jumat hari Galungan
d.      hari Lebaran hari Natal

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
Misalnya:
a.       Konferensi Asia Afrika
b.      Perang Dunia II
c.       Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Catatan:
Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
a.       Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerde-kaan bangsa Indonesia.
b.      Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

9.           Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya:
a.       Jakarta Asia Tenggara
b.      Pulau Miangas Amerika Serikat
c.       Bukit Barisan Jawa Barat
d.      Dataran Tinggi Dieng Danau Toba
e.       Jalan Sulawesi Gunung Semeru
f.       Ngarai Sianok Jazirah Arab
g.      Selat Lombok Lembah Baliem

Catatan:
a.     Huruf pertama nama geografi yang bukan nama diri ti­dak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
1)   berlayar ke teluk mandi di sungai
2)   menyeberangi selat berenang di danau
b.    Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis dengan huruf kapital.
Misalnya:
1)   jeruk bali (Citrus maxima)
2)   kacang bogor (Voandzeia subterranea)
3)   nangka belanda (Anona muricata)
4)   petai cina (Leucaena glauca)
c.    Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:
1)  Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula aren, dan gula anggur.
2)   Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempu­nyai fungsi yang berbeda.
Contoh berikut bukan nama jenis.
1)   Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan, ba­tik Solo, batik Yogyakarta, dan batik Madura.
2)   Selain film Hongkong, juga akan diputar film India, film Korea, dan film Jepang.
3) Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tari­an Sumatra Selatan, tarian Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.

10.     Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
Misalnya:
a.         Republik Indonesia
b.        Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
c.         Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
d.   Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pida­to Presiden dan/atau Wakil Presiden serta Pejabat Lain­nya
e.         Perserikatan Bangsa-Bangsa
f.         Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
11.      Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan surat kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya:
a.       Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
b.      Tulisan itu dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra.
c.       Dia agen surat kabar Sinar Pembangunan.
d.      Ia menyajikan makalah “Penerapan Asas-Asas Hukum Perdata”.
12.        Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singka­tan nama gelar, pangkat, atau sapaan.
Misalnya:
a.         S.H. sarjana hukum
b.        S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
c.         S.S. sarjana sastra
d.        M.A. master of arts
e.         M.Hum. magister humaniora
f.         M.Si. magister sains
g.        K.H. kiai haji
h.        Hj. hajah
13.     Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penun­juk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai da­lam penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
a.         “Kapan Bapak berangkat?” tanya Hasan.
b.        Dendi bertanya, “Itu apa, Bu?”
c.         “Silakan duduk, Dik!” kata orang itu.
d.        Surat Saudara telah kami terima dengan baik.
e.         “Hai, Kutu Buku, sedang membaca apa?”
f.         Bu, saya sudah melaporkan hal ini kepada Bapak.”

Catatan:
a.     Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan pe-nyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
1)   Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
2)   Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
b.      Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital.
 Misalnya:
1)        Sudahkah Anda tahu?
2)        Siapa nama Anda?

Demikian tiga belas aturan penggunaan huruf besar dalam penulisan. Baik penulis pemula ataupun mahir, semua perlu memperhatikan penggunaan huruf kapital dalam kalimat karena akan memberikan kemudahan pembaca dalam memahami tulisan. Penulisan yang sembarangan, terutama penggunaan huruf kapital, dapat menjatuhkan kredibilitas penulis dihadapan pembaca. Oleh sebab itu, mari tingkatkan kemampuan kita dalam menulis.

Sekian artikel ini saya buat, semoga bermanfaat untuk semua. Salam Indoesia, salam Police Language.

Sumber: Tim pengembang pedoman bahasa Indonesia. 2016. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

BELAJAR BAHASA INDONESIA