Wikipedia

Hasil penelusuran

Selasa, 19 April 2022

PENILAIAN AFEKTIF

A.                Pembelajaran Afektif

Sebagian besar guru menganggap bahwa kemampuan intelektual merupakan satu-satunya kemampuan yang mempengaruhi kerberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini berdampak pada kemampuan kogitif yang selalu memperoleh perhatian dalam berbagai aspek hingga mengabaikan keberadaan ranah yang lain, seperti ranah psikomotor dan ranah afektif. Fakta menunjukkan bahwa keberhasilan seseorang dalam belajar tidak semata dipengaruhi oleh kemampuan kognitif, tetapi afektif juga memberikan peran yang tidak kecil dalam hal keberhasilan dalam belajar. Seseorang dengan kemampuan tinggi dapat saja tidak berhasil dalam belajar apabila ranah afektif dalam dirinya terganggu. Namun sebaliknya, seseorang dengan kemampuan kognitif biasa, tetapi memiliki minat belajar yang tinggi tidak menutup kemungkinan keberhasilan dalam belajar akan tercapai. 

Popham, (1996) menyatakan bahwa ketercapain tujuan pembelajaran ranah afektif sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan afektif yang baik biasanya akan menemui kesulitan dalam mencapai keberhasilan belajar yang optimal. Hasil belajar kognitif dan psikomotor akan tercapai optimal apabila seseorang tersebut mempunyai kemampuan afektif tinggi. Memahami afektif peserta didik dalam menjalani seluruh proses belajar akan memberikan informasi terkait dengan motivasi yang dimiliki. Semakin tinggi motivasi belajar berbanding lurus dengan prestasi dan keberhasilan siswa dalam bidang akademik. 

Keberhasilan siswa baik pada ranah kognitif dan psikomotor sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi afektif. Siswa dengan motivasi tinggi dan memiliki sikap yang positif terhadap suatu mata pelajaran akan merasa lebih diuntungkan dalam mencapai keberhasilan dalam belajar. Meskipun siswa memiliki intelektual yang tinggi, tetapi apabila kondisi afektifnya terganggu maka tidak mengherankan apabila capaian keberhasilan pembelajaran tidak akan optimal. Oleh sebab itu, penting bagi pendidik untuk dapat mengukur dan mengetahui kondisi afektif siswa, khsusunya dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini akan menjadi informasi bagi pendidik, sehingga dapat memberikan perlakuan ataupun tindakan yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa yang sedang dihadapi.

A.                Tingkatan Afektif

Dapat dipastikan bahwa dari semua tujuan kognitif pasti memiliki komponen afektif. Dalam pembelajaran sains yang identik dengan aspek kognitif, misalnya, keberadaanya juga tidak lepas dari ranah afektif, yaitu dengan adanya komponen sikap ilmiah di dalamnya. Anderson & Krathwohl (2001) mengklasifikasikan ranah afektif menjadi lima macam, yaitu 1) penerimaan (receiving), 2) pemberian respon (responding), 3) pemberian nilai atau penghargaan (valuing), 4) pengorganisasian (organizing), dan 5) karakterisasi (characterization).

Menerima (receiving) merupakan tingkat afektif yang paling sederhana, yaitu respon seseorang terhadap rangsangan dari luar. Rangsangan yang diperoleh menimbulkan berbagai reaksi yang berjenjang seperti menerima, mengontrol, atau menyeleksi rangsangan-rangsangan yang diperoleh. Receiving sering diberi pengertian sebagai keinginan untuk memperhatikan sesuatu kegiatan. Termasuk dalam fase ini adalah subkategori kesadaran, kesedian untuk menerima serta pengontrolan atensi. Fase ini masih dianggap sebagai fase awal dari afeksi sehingga pada kondisi ini siswa baru dalam batasan menerima stimulus yang diberikan.

Menanggapi (responding) merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Menghargai atau (valuing) merupakan fase afektif yang lebih tinggi dari receiving dan responding. Jika dikaitkan dengan kegiatan belajar mengajar, siswa tidak sekadar mampu menerima melainkan menghargai sesuatu yang bernilai. Siswa tidak sekadar mendapatkan nilai, tetapi mampu memberikan nilai atas konsep dan fenomena yang dihadapi.

Nilai itu telah mulai dihayati dalam diri siswa. Dengan demikian, nilai tersebut telah stabil dan diri siswa. Mardapi (2014)menjelaskan subkategori fase ini sebagai fase penerimaan suatu nilai, senang atau tidak senang serta komitmen terhadap hasil respon yang diberikan. Kondisi ini merupakan tahap lebih lanjut dari afeksi. Siswa sudah dapat melakukan penilaian terhadap suatu objek sampai pada kondisi membuat komitmen terhadap penilaian yang dilakukan.

Mengorganisasikan (organizing) merupakan usaha untuk mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal dan membawa pada perbaikan umum. Mengatur merupakan pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan suatu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Subkategori dari tahap ini adalah konseptualisasi suatu nilai pengorganisasian suatu nilai. Fase ini merupakan fase lanjutan dari menilai yang berarti bahwa siswa sudah mampu mengkonsep nilai afektif yang didapat kemudian dilanjutkan dengan mengorganisasikan nilai afektif yang didapat dari suatu objek.

Karakterisasi merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Dalam hal ini proses internalisasi nilai telah menempati posisi tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Fase ini menunjukkan siswa dalam menggeneralisasi nilai yang didapat kemudian menjadikannya sebagai sebuah karakter.

A.                Karakteristik Ranah Afektif

Perilaku menurut Andersen (1981) dapat diklasifikasikan menjadi dua macam. Klasifikasi pertama yaitu ranah yang melibatkan emosi dan perasaan seseorang dan kedua adalah ranah yang menunjukkan tipikal perilaku seseorang. Selain itu, intensitas, arah, ataupun target juga dapat dimasukkan ke dalam ranah afektif. Intensitas berkaitan dengan kuat lemahnya perasaan yang dimiliki. Arah berkaitan dengan pandangan yang berupa baik buruk atau positif negatif, sedangkan target berkaitan dengan aktivitas ataupun objek sebagai arah dari sebuah perasaan.

Selain itu, karakteristik yang terdapat dalam ranah afektif dapat dibedakan lagi menjadi lima macam, yaitu adanya sikap, minat/motivasi, konsep diri, nilai, dan adanya moral. Sikap dapat dimaknai sebagai kecenderungan dalam melakukan tindakan terhadap suatu objek, baik itu disukai ataupun tidak disukai. Hal ini seperti yang diungkap Fishbein & Ajzen (2010) bahwa bentuk sikap merupakan bentuk respon baik positif ataupun negatif terhadap suatu objek yang dihadapi. Sikap yang dimiliki seseorang keberadaanya dapat dibentuk dan ditingkatkan. Pembentukan sikap ke arah positif dapat diupayakan dengan cara mencontoh bentuk-bentuk yang memang keberadaanya sudah baik. Sikap dapat digunakan sebagai acuan dalam penilaian ranah afektif. Penilaian ini nantiya akan menunjukkan bagaimana sikap peserta didik terhadap mata pelajaran yang diikuti, bagaimana situasi dan kondisi kegiatan belajar mengajar, dan lain sebagainya.

Minat merupakan bagian dari ranah afektif dan keberadaanya diperlukan untuk mencapai keberhasilan belajar. Getzel (1966) menjabarkan bentuk minat sebagai sesuatu yang teroganisasi melalui pengalaman sehingga memberikan dorongan kepada yang bersangkutan untuk memperoleh pengalaman, keterampilan, ataupun informasi yang diperlukan. Minat yang tinggi dari seseorang dapat dilihat dari jumlah intensitas dalam melakukan. Semakin tinggi intensitas maka semakin tinggi pula minat yang dimiliki oleh seseorang. Manfaat pengukuran/penilaian minat adalah sebagai berikut.

1.    Mengetahui minat yang terdapat dalam diri siswa sehingga dapat dengan tepat memberikan perlakukan terhadap kondisi minat masing-masing siswa.

2.      Mendeteksi minat dan bakat yang dimiliki masing-masing siswa.

3.      Digunakan sebagai bahan acuan untuk memberikan pelayanan yang optimal.

4.      Mendeskripsikan keadaan kelas yang sebenarnya.

5.      Sebagai bahan acuan agar dapat digunakan untuk mengelompokkan siswa sesuai dengan minat yang sama.

6.      Digunakan sebagai bahan informasi dalam menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk siswa.

7.      Memetakan seberapa tinggi minat yang dimiliki siswa khusunya pada mata pelajaran yang sdang diikuti.

8.      Digunakan untuk meningkatkan minat dan motivasi siswa dalam hal akademik ataupun nonakademik.

9.      Digunakan sebagai bahan untuk menentukan kebijakan yang sesuai.

Konsep diri berkaitan dengan kuat lemahanya potensi yang terdapat di dalam diri masing-masing individu. Siswa dapat melakukan evaluasi secara objektif terhadap potensi yang terdapat dalam diri masing-masing. Karakteristik potensi siswa sangat penting untuk menentukan jenjang karir di masa depan. Informasi kekuatan dan kelemahan siswa dapat digunakan untuk menentukan program yang sebaiknya ditempuh siswa. Penilaian konsep diri dapat diupayakan dengan cara menilai diri sendiri. Penilaian sedapat mungkin dilakukan dengan sejujur-jujurnya sehingga hasil penilaian dapat digunakan untuk berbagai acuan. Beberapa manfaat penilaian diri sendiri ini adalah sebagai berikut.

1.         Acuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan yang terdapat dalam diri masing-masing peserta didik.

2.         Sebagai bahan refleksi diri peserta didik terhadap capaian dalam pendidikan.

3.         Sebagai bahan acuan untuk menentukan bahan ajar yang akan diberikan untuk peserta didik.

4.         Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.

5.         Peserta didik semakin memahami kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya.

6.         Peserta disik semakin memamahi potensi yang dimiliki.

7.         Melatih untuk belajar terbuka terhadap diri masing-masing.

Nilai dapat dikatan sebagai bentuk keyakinan ataupun perbuatan yang dianggap baik ataupun buruk oleh seseorang. Tyler (1973) mendefinisikan nilai sebagai sebuah aktivitas yang mengarahkan seseorang pada sebuah sikap, minat, bahkan kepuasan. Pendidikan semestinya menjadi tempat yang mampu membantu siswa dalam menguatkan nilai yang bermakna. Sedapat mungkin hal-hal positif keberadaanya diperkuat, sedangkan hal negatif keberadaanya diperlemah atau bahkan dihilangkan. Dengan begitu, peserta didk akan memperoleh kebahagian secara personal dan memberikan dampak positif untuk masyarakat pada umumnya.

Moral dapat diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan standar baik dan benar. Moral dapat juga diartikan sebagai sebuah prinsip, nilai, ataupun keyakinan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Berperilaku secara moral adalah suatu kewajiban untuk memenuhi aturan yang berlaku. Oleh sebab itu, karakter seseorang dapat dinilai dari perilaku yang ditampilkan di masyarakat tempat seseorang itu berada. Selain sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral ranah afektif masih dapat dijabarkan menjadi beberapa hal. Ranah afektif yang lain itu meliputi kejujuran, integritas, adik, dan kebebasan.

 




BELAJAR BAHASA INDONESIA